Oleh : Septi Triyani
Mahasiswa Sebatik di Yogyakarta
Kehidupan bagi kami bukanlah impian masa kecil namun karena orang tua kami sebagai perantau mengharuskan kami merasakan dinamika kehidupan di perbatasan, pendidikan yang terabaikan, pernikahan usia dini, bahkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang terbatas.
Jika dibandingkan dengan negar tetangga, Pulau Sebatik sangat tertinggal jauh dari kualitas maupun kuantitas. Pemerintah Malaysia sangat mendukung pengembangan SDM yang mereka miliki, sedangkan Sebatik ibarat pelarian dari TKI–TKI yang dibayar murah bagi negara tetangga karena SDM yang kurang.
Sebagai contoh kecil tenaga pengajar dan para pekerja di instansi yang ada di Sebatik di dominasi oleh orang–orang luar daerah. Masih minimnya SDM Sebatik sehingga ada terjadi satu tenaga pengajar harus mengajar 1 sampai 3 kelas.
Saya sendiri merasakan sangat miris ketika menginjakkan kaki pertama kali di Yogjakarta. Melihat wadah untuk mengembangkan SDM sangat mudah didapatkan, sedangkan kami diperbatasan Sebatik sangat kesulitan bahkan untuk membaca sebuah buku saja kami harus memesan dari perkotaaan yang membutuhkan waktu beberapa hari.
Kami ingin membuktikan bahwa kami akan memajukan Sebatik dengan ilmu yang kami dapatkan di Yogjakarta. Keterbatasan daerah kami bukanlah sebuah hambatan untuk kami bermimpi besar tentang Sebatik, tapi itu kami anggap sebagai sebuah tantangan untuk membangun negeri kecil kami yang katanya Indonesia tetapi rasa Malaysia.
sukses semoga bermanfaat, pasti bisa !!!